Saturday, November 28, 2009

Emak Ingin Naik Haji : ketika rindu yang membuncah kepada sang Rabb

saya tidak mengira film ini akan membuat saya tersedu di bahu lelaki tersayang saya, Arman Hidayat. Kami memilih film ini, karena menurut kami itulah yang paling normal di antara rentetan judul lain yang ada di deretan film di Jatos 21.

film ini bercerita tentang sebegitu besar dan polosnya cinta seorang ibu kepada anaknya, sebegitu besar rindu kepada Tuhan yang Maha Satu, membawa saya terpojok mengingat tidak bersyukurnya saya tentang segala nikmat yang diberikan Allah SWT selama ini.

tangerang,291109

Wednesday, November 4, 2009

when i stood at the side of street

Ketika saya sedang berdiri di tepi jalan, sepasang baya berjalan, lewat di depan saya.Yang satu nenek, lainnya kakek. Sang nenek dengan setia menjadikan punggungnya sandaran tangan si kakek sebagai pandu dalam berjalan. Saat itu suudzon saya mengantarkan pada praduga bahwa mereka adalah pengemis. Tangan saya seraya setengah refleks terangkat, menandakan “maaf”. Dan fatal saya adalah salah. Mereka bukan pengemis. Sang nenek tersenyum tulus dengan sisa-sisa keriputnya. Sang kakek berlalu saja tanpa suatu kesan. Saya menyimpulkan mungkin penglihatannya sudah tidak sebagus sebelumnya. Kembali mereka berlalu, menjadi suatu penggalan cerita kehidupan biasa, sederhana, dan kering akan sesuatu yang menjadikannya peristiwa. Mata saya terpaku pada suatu kekuatan kuat antara mereka, entah apakah masih bisa disebut CINTA atau apalah, tapi saya yakin sesuatu itu jauh lebih daripada sekedar suatu rangkaian lima huruf tersebut. Langka dan sangat banyak dicari sekarang tapi beribu susah menggapainya.

catatan malam amatir saya di malam ini
080909, a historical nite

greatly tonight

greatly tonight, we have a dinner actually, after i missed him badly yesterday rainy night. People judged everything about him, about the foolish things that he made or anything. It doesnt matter for our strong bond, at least for me. Have you thought about the reason when you love someone? For me, i cant answer the “why” of i love you. It’s not just answering the question. People said it must be a reason for the cause. But for me you can say it like “ it’s just not into me”. Selalu ada kata “sayang” dan “rindu” di setiap malam, selalu ada senyuman tulus mengakhiri pertemuan kami, selalu ada percakapan-percakapan tidak penting yang malah membuat saya nyaman untuk mendengar suara atau untuk sekedar bersandar ketika duduk di sampingnya. Membuat saya sedikit demi sedikit mengenalnya dan “menemukan” diri nya dengan segala kelebihan dan kekurangan. Saya senang menemukannya dalam balutan sifat kekanakkan yang tidak masuk akal dan kedewasaan dibalik kata-katanya. Tidak butuh kata untuk menemukan dirinya mengerti saya. Saya ingin segalanya sederhana. Mengalir tanpa ada sandiwara, membiarkan waktu yang menjadi media kami menafaskan hubungan ini. Jangan sampai kami menjadi munafik dengan sikap yang berlebih, sekali lagi, sederhana saja.

ARTI KEHADIRAN MEREKA DI KEHIDUPAN SAYA

Suatu waktu, ketika para siswa dan siswi SMU kelimpungan bercampur rasa cemas tak tertahankan untuk mengetahui nasib kelulusan mereka di SNMPTN, saya sedikit terdiam membaca suatu status teman yang kurang lebih isinya : “Mama malu kamu cuma di farmasi UNPAD”.

Saya pun menarik kesimpulan bahwa dia tidak lulus SNMPTN untuk pilihan pertama yaitu kedokteran.Dan tetap stay di farmasi UNPAD. Saya pun tertarik ke dalam lamunan “betapa beruntungnya saya”

Orang tua saya tidak pernah malu memiliki kami, anak-anaknya, walaupun sebengal apapun kami, semalas apapun kami, sebegitu nyebelinnya kami. Mungkin pernah suatu kala mereka atau salah satu dari mereka membentak kami karena suatu kesalahan yang kami lakukan. Tapi itu hanya berlaku dengan satuan waktu yang sebentar. Setelah itu, we have normally life.

Kembali lagi kepada masa-masa saya duduk di kelas akhir di SMA. Dengan keadaan nilai-nilai saya yang tidak seberapa jika dibandingkan dengan teman-teman lain satu angkatan. Bahkan saya malu untuk sekedar mengajukan untuk diri mengambil formulir PMDK UNS pada saat itu. Padahal sebelumnya impian mereka mungkin dipenuhi oleh kedokteran. Iya, anaknya masuk FK. Tapi saya sering sekali mengaduhkan nasib nilai saya. Harapan-harapan dipenuhi oleh luapan ke-menyerah-an. Saat saya bilang saya ingin masuk DKV ITB, mereka sangat antusias. Bahkan saat presentasi ITB di IC, saya melihat catatan Ayah tentang info-info DKV ITB. Begitu juga ketika saya bilang saya ingin masuk arsitektur interior UI, mereka juga antusias. Ayah tidak pernah marah dengan jurusan apa yang saya pernah sukai, kata Ayah, asalkan kamu suka dan kamu sungguh-sungguh. Begitu katanya. Guys, i am about to cry now.

Begitu berharganya mereka bagi saya. Dan saya pun berjanji tidak akan menyiayiakan kesempatan-kesempatan yang mereka berikan kepada saya.

XOXO
feby